Di tanggal 28 Januari 2020 lalu, selepas maghrib saya berkesempatan hadir di acara Tech Talk Jogja yang diselenggarakan oleh Jenius dan berlokasi di Relasi Co.Working Space, Yogyakarta. Tema yang diangkat adalah brand storytelling, bagaimana menciptakan engagement di sosial media melalui teknik bercerita.

Salah satu pembicara di acara ini adalah Claradevi Handriatmadja atau yang suka kita “kenal” di Instagram sebagai lucedaleco alias kak Epoy, seorang blogger dari kota Jogja. Kalau kita lihat dan telusuri di berbagai foto Instagram feed kak Epoy, beliau sering menggunakan cerita sebagai pendekatan untuk terhubung ke audiens-nya. Coba lihat salah satu foto dan contoh storytelling kak Epoy di bawah, deh.

Menarik, kan? Dengan menyampaikannya melalui bercerita, besar kemungkinan kita juga bisa membayangkan apa atau bagaimana perasaan kak Epoy saat tengah mengandung. Bayangkan kalau foto di atas tanpa cerita atau mungkin caption-nya “no caption needed” :). Ya, benar. Kontennya jadi biasa. Nggak ada pesan yang tersampaikan.
Nah, melalui tulisan ini, saya mau berbagai beberapa hal yang saya pelajari dari para speaker di acara kemarin. Oh iya, selain kak Epoy, ada juga kak Buci yang menyampaikan trik branding dari sisi brand. Saya lupa jabatan kak Buci apa tapi yang jelas, kak Buci ini yang bertanggung jawab atas konten Instagramnya Jenius. Coba cek Instagramnya Jenius, deh. Nah, ada campur tangan kak Buci di semua konten-kontennya Jenius di Instagram.
Jadi, ini beberapa hal yang saya pelajari di acara Jenius Tech Talk Jogja pada Januari lalu.
Storytelling
Yah, judulnya juga “Brand Storytelling”, sudah pasti isinya tentang menyampaikan sesuatu dengan cara bercerita. Jika belum terbiasa dengan teknik storytelling, menurut kak Epoy bisa dimulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Misalnya bercerita tentang kehidupan kita sehari-hari. Banyak latihan juga sangat membantu karena practice makes perfect, bukan begitu?
Bagi brand, dengan bercerita, kita juga bisa mengubah teknik hard selling menjadi soft selling dalam menjual sesuatu. Bayangin deh gimana kalau ada influencer atau brand yang isi Instagramnya jualan terus. Teman-teman bosan, nggak? Walaupun memang ada beberapa produk dan brand yang harus menggunakan teknik hard selling supaya pesannya sampai. Pelajari juga demografi audiens kita dan tentukan target marketnya seperti apa.
Kualitas atau kuantitas?
Nah, kalau ini sih beda-beda tergantung branding seperti apa yang ingin disampaikan oleh brand. Kalau kak Epoy sendiri, beliau mengejar kualitas dibanding kuantitas. Artinya, nggak perlu upload Instagram Feed setiap hari kalau memang sedang tidak ada yang perlu disampaikan.
Instagram Feed isinya katalog jualan melulu? BIG NO!
Pernah nggak ketemu akun Instagram sebuah brand atau online shop yang isinya jualan melulu? Atau jangan-jangan, mungkin ada di antara kita yang sedang melakukan hal ini? Kalau kata kak Buci, akun yang isinya katalog produk, terutama akun sebuah brand, sangat mengurangi interaksi antara brand dan audiens maupun calon audiens. Silakan tarik ke diri kita sendiri, lebih suka melihat dan sering berinteraksi dengan akun yang isinya hanya katalog produk atau akun yang isinya beraneka ragam?
Sedikit tips dari kak Buci:
- Selain isinya jualan dan katalog produk, kita bisa berbagi sesuatu yang berkaitan dengan usaha yang tengah kita jalankan. Misalnya sedang merintis brand pakaian, beri edukasi kepada audiens tentang jenis-jenis bahan pakaian yang nyaman dipakai dan lain-lain. Audiens itu selain suka diberi edukasi, juga suka diberi konten yang menghibur (entertainment). Jangan lupa ajak audiens berinteraksi dari Instagram Feed maupun Instagram Story. Bikin Instagram Feed sekreatif mungkin karena mayoritas audiens suka dengan tampilan visual. Gunakan juga fitur yang ada di Instagram Story seperti polling, Q&A, quiz, hashtags, GIF, dan lain-lain dalam menciptakan engagement.
- Usahakan saling engage dengan audiens. Artinya, jangan hanya mau diberi (like, comment, share, DM) tapi nggak mau memberi. Nggak pernah like, membalas comment, membalas DM, dan lain-lain.
- Bikin guideline setiap bulan dan minggu mengenai konten yang akan di-deliver kepada audiens. Jadi lebih mudah bikin konten setiap hari dan nge-track masing-masing insight dari konten tersebut.
Di bagian ini juga berlaku untuk membatasi kegiatan promosi alias ngiklan. Jangan juga spam jualan di comment section orang lain.
Pastikan konten sesuai supaya audiens nggak bingung
Pernah lihat akun pemerintahan daerah atau pusat tapi isinya bukan informasi yang ada di daerah tersebut, melainkan hampir semua foto-foto para pejabat yang sedang blusukan atau yang (mungkin) sedang narsis? Kalau teman-teman tau, beberapa waktu lalu lagi rame, lho, soal Bupati Klaten yang dapat banyak kritikan dari warganya karena dianggap terlalu narsis.
Atau mungkin pernah lihat brand maupun online shop yang meng-endorse seorang influencer yang tidak sesuai dengan demografi audiens influencer tersebut? Contoh yang kurang tepat misalnya, meng-endorse influencer healthy lifestyle dari online shop pemutih, peninggi, pelangsing. Sudah dipastikan audiens influencer healthy lifestyle tersebut pasti bingung kalau tiba-tiba yang bersangkutan meng-endorse pil pemutih, peninggi, pelangsing.
Jangan beli followers!
Ini udah jelas. Algoritma Instagram yang baru bisa ngecek lho kalau akun kita punya banyak fake followers. Jumlah followers yang tinggi tapi tidak sebanding dengan akun yang engage bisa mengakibatkan engagement kita jadi turun. Hal ini bisa menjadikan postingan yang kita upload tidak akan muncul dalam list teratas di akun Instagram para followers yang kita punya. Ingat ya, algoritma Instagram yang baru, menampilkan list postingan Instagram Feed berdasarkan engagement yang kita buat.
Sumber ide konten
Kehabisan ide untuk konten? Sering-sering survey menggunakan fitur questions tentang apa yang dibutuhkan oleh audiens. Sering ngintip Pinterest juga bisa membantu mencari ide konten karena di Pinterest banyak sekali orang-orang yang berbagi tentang content ideas berbagai hal.
Be unique
Coba lihat dan pelajari konten akun para kompetitor dari brand yang tengah kita bangun. Jadikan konten kita berbeda dan unik dari mereka semua.
Ada banyak sekali yang dibahas dan diceritakan kak Epoy dan kak Buci dalam sesi berdurasi tiga jam kemarin, tapi enam poin ini lah yang bisa saya sampaikan di tulisan hari ini.
By the way untuk masalah engagement, saya suka kepoin Instagramnya Niko Julius. Beliau sering ngebahas cara mengoptimalkan Instagram untuk keperluan brand dan personal branding itu tadi.
Ada juga Jonathan End, seorang konsultan sosial media yang selalu saya ikuti konten-kontennya. Dari beliau, saya jadi belajar sedikit tentang digital marketing.
Sekian tulisan saya hari ini. Semoga teman-teman yang sedang membangun sebuah brand maupun yang sedang membangun branding diri sendiri akan skill yang dipunya, bisa mendapat beberapa insight seperti apa yang saya dapatkan di akhir Januari 2020 lalu.
Selamat belajar!
Tabik, Mutia.