“Wah, kalau jumlahnya segitu udah bisa nyicil Fortuner, ya”, ucap seorang kerabat pada suami ketika kami mengunjungi rumahnya untuk silaturahim 2019 silam. Asal muasal pernyataan ini adalah saat satu sama lain saling update kehidupan, ndilalah nyerempet membicarakan masalah pekerjaan dan pendapatan masing-masing.

Satu unit Toyota Fortuner mungkin bisa kami sanggupi untuk dicicil pada saat itu walaupun menurut saya pernyataan beliau sedikit lebay. Tapi, tidak semua kesanggupan harus selalu direalisasikan, bukan? Lagipula, sebisa mungkin kami sepakat untuk menghindari segala bentuk utang, apalagi utang konsumtif yang tidak lah urgent untuk dipenuhi.
Seringnya, kesuksesan duniawi memang suka disandingkan dengan kekayaan dan gaya hidup mewah. Saya tidak menghindari kemewahan karena kalau ditelisik lebih lanjut, mewah atau tidak adalah satu hal yang relatif tergantung kecukupan tiap-tiap individu. Saat ini menurut saya Alphard adalah sesuatu yang mewah, tapi mungkin tidak menurut Elon Musk. Atau dulu saat menjadi mahasiswa, menurut saya KFC adalah makan siang yang mewah, tapi tidak jika dibandingkan dengan daya beli saat ini.
Ada satu ungkapan, “lebih baik menangis di Lamborghini daripada menangis di Datsun”. Ya, saya setuju. Tapi kalau kasusnya menangis di Lamborghini disebabkan terlibat masalah pelik seperti berurusan dengan mafia yang mengancam nyawa, sedangkan menangis di Datsun disebabkan hal “remeh” seperti putus cinta, saya sih lebih memilih keliling kota menggunakan Datsun, hehe.
Yang saya hindari adalah sifat memaksakan diri untuk mempunyai sesuatu, padahal kemampuan yang dibutuhkan untuk memiliki hal tersebut masih jauh dari sumber daya yang saya punya. Tulisan ini tidak bermaksud sebagai alat judging, karena tau apa saya soal kehidupan kita masing-masing? 😉
Kalau dalam Islam, ada satu sifat terpuji yang sebaiknya dimiliki oleh setiap muslim. Adalah sifat qanaah, yaitu kemampuan untuk merasa cukup dan ridha atas segala sesuatu yang telah Allah titipkan. Sifat qanaah ini ternyata membuka pintu rasa syukur, lho.
Qanaah tidak lah berlawanan dengan kekayaan harta benda. Betapa banyak orang yang dititipi harta benda yang melimpah tapi tetap bertakwa dan memiliki sifat qanaah ini. Mereka mampu jika harus memperlihatkan harta kekayaan yang dimiliki, tapi seringnya tidak mereka lakukan. Mereka tetap menjadi pribadi yang rendah hati.
Kekayaan ternyata juga tidak selalu berhubungan dengan kesombongan. Ada satu Hadis Riwayat Muslim yang pernah saya baca, berkaitan dengan kesombongan ini.
Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?” Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR.Muslim no. 91, dari ‘Abdullah bin Mas’ud).
Jadi, bagi saya memiliki harta kekayaan bukanlah sesuatu yang buruk, justru sebaliknya. Dengannya kita bisa lebih leluasa dalam memiliki pilihan-pilihan dan fasilitas-fasilitas yang mempermudah hidup kita. Plus, dengannya kita bisa lebih memiliki keleluasaan dalam menolong orang lain.
Yang penting kita paham, bahwa kekayaan harta benda adalah titipan dari-Nya, yang kapan saja bisa Dia ambil kembali. Dengan paham bahwa itu semua adalah titipan, maka hati kita pun lebih tenang, merasa selalu cukup serta jauh dari rasa ketidakpuasan akan harta.
Nggak banyak yang bisa saya tuliskan terkait rasa cukup ini karena ilmu yang saya miliki juga masih sebutir debu. Intinya, semoga kita selalu mampu merasa cukup atas harta, pangan, papan dan sebagainya yang hanya titipan ini. Semoga kita selalu dianugerahi dengan hati yang selalu merasa cukup.
Ditulis untuk mengikuti challenge #1minggu1cerita minggu pertama 2022 dengan tema “Cukup”.
Tabik,

Keren mbak.. iya kita tuh hrs merasa cukup dg apa yg kita miliki.
LikeLike
Betul mbaaa biar hidup juga lebih tenang hihi. Thank you mba sudah mampir 😍
LikeLike
Yashh bener bgt! Kalau mau aja hedon mah bisa aja yaa ngikutin gengsi dan mengharapkan penilaian org lain. Tapi buat apa juga? Karena ga akan ada habisnya ngarepin penilaian org lain dan yg namanya hutang atau cicilan apalagi utk kebutuhan gengsi malah bisa buat makin terpuruk nantinya apalagi dosa riba mengerikan huhu
Semoga kita selalu menjadi org dan istri yg qonaah ya mut 😉
LikeLike
Yess tultul nggak ada habisnya juga kalau beli dan cuma ngarepin penilaian orang👍
Aamiin ya win☺️
LikeLike